Friday, June 12, 2020

PEREMPUAN DESA INDONESIA MENJADI STUDENT AMBASSADOR DI AUSTRALIA


Penulis: Ana Nurhasanah Surjanto, S.Pd.I., M.TESOL.
Awardee Beasiswa LPDP & Student Ambassador di Australia
Kontributor Artikel Keempat




Gambar 1. Ana Nurhasanah Surjanto, S.Pd.I, M.TESOL. saat di Australia

Assalamu'alaikum w.w

Para pembaca yang berhagia. Selamat datang di Blog Literasi Inovasi dan Prestasi Lintas Generasi. Pada edisi kali ini mari kita baca pengalaman kontributor keempat sebagai berikut:


Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah Ta’ala dan ridho Emak tibalah aku di Negeri Kanguru, tepatnya di Kota Melbourne pada tanggal 14 Februari 2016. Saat itu cuaca panas namun diikuti angin yang agak kencang dan itulah Australia dimana musimnya kebalikan dengan Eropa. Jika Eropa lagi winter, maka Aussie summer dan uniknya Kota Melbourne memang cuacanya dalam sehari bisa berubah-ubah. Ada yang mengatakan kalau dalam sehari di Melbourne bisa ada 4 cuaca, paginya cerah dingin, siangnya tetiba panas hujan, kemudian berangin dingin. Makanya, Melburnian (orang Melbourne) sering memakai jaket dan membawa payung ketika keluar rumah dan apapun itu musimnya. Inilah tantangan dan kehidupan baru di luar negeri dimulai. 
Esok harinya perdana menjadi mahasiswa pascasarjana, aku langsung mengikuti orientation week (O-week) atau kalau di Indonesia semacam Ospek. Bergegas aku memilih mata kuliah selama setahun kedepan, mengunjungi booths di Plaza kampus, mencari informasi kehidupan kampus hingga menggali kegiatan di luar akademik.
Lama-lama aku mulai menikmati dinamika kampus, bergabung dengan komunitas-komunitas baik mahasiswa internasional, klub olahraga Melburnian, dan perkumpulan mahasiswa dan masyarakat Indonesia. Nampaknya berbagai hal ini yang membuatku betah di Melbourne, sehingga aku tak mengalami culture shock dan home-sickness. Kemudian dalam tulisan ini, aku ingin menceritakan salah satu pengalaman berkesanku menjalani kuliah di Monash University, yang mana aku terpilih menjadi salah satu Student Ambassador kampus.
Apa itu student ambassador dan pengalaman apa yang didapat?
Awalnya aku seperti kelompok minoritas karena aku menjadi satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang mengenakan hijab dan bagian kecil dari prosentase mahasiswa internasional yang menjadi student ambassador (duta mahasiswa) di Monash University. Kemudian, situasi ini justru mengajarkanku apa itu makna minoritas di tengah-tengah mayoritas.
Student ambassador merupakan program ekstra kurikuler Monash University yang mana aku mewakili Monash Education karena jurusanku TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) dibawah Fakultas Pendidikan. Tujuan program ini untuk merepresentasikan dan mempromosikan fakultas kepada mahasiswa lama dan baru serta memberi pengaruh positif terhadap komunitas di Monash.
Seleksi program ini diselenggarakan setahun sekali dan hanya diambil 30 mahasiswa dari S1 hingga S3 dari 3 kampus Monash tiap tahunnya.Kriteria seleksi yang dipersyaratkan pun cukup tinggi seperti kecakapan dalam bahasa tulisan dan lisan, mampu bekerja sama dengan tim, dan semangat berkontribusi. Melihat bahasa Inggrisku yang pas-pasan dan harus bersaing dengan mahasiswa lokal dan internasional, aku sempat ragu untuk mendaftar menjadi student ambassador.
Kemudian kulihat-lihat kembali persyaratan-persyaratannya yang salah satunya ialah semangat berkontribusi untuk komunitas. Berbekal niat tersebut, kemudian aku mengisi formulir pendaftaran. Formulir tersebut berisi data diri, motivasi mengikuti program, pengalaman berorganisasi dan kegiatan volunteering dan kontribusi apa yang diberikan ke kampus jika terpilih. Akhirnya aplikasi aku kumpulkan via online.
Dari segi timing, mahasiswa yang baru memulai kuliah bulan Februari (Semester Ganjil) akan lebih diuntungkan karena seleksi ini hanya digelar setahun sekali dan pembukaan pendaftaran student ambassador biasanya sejak 20 April. Seleksi penentuan akhir ialah wawancara yang diselenggarakan pada akhir Mei hingga pengumuman resmi peserta terpilih awal Juni.
Uniknya, program student ambassador seperti di Monash ini tidak bisa dijumpai di kampus-kampus lain di Australia. Saat bertanya dan bercakap-cakap dengan teman-teman dari luar kampus, mereka mengatakan bahwa tidak ada program student ambassadors. Namun, tentunya di kampus ada program dari organisasi kampus dan tiap fakultas biasanya memiliki student association, misalnya kalau di Fakultas Pendidikan Monash juga ada Education Students Association (ESA).
Selanjutnya, para student ambassador Monash dibekali dengan latihan kepemimpinan, pertemuan antar kampus, menghadiri workshops, conference dan menyelenggarakan berbagai acara dari Juli hingga Oktober tahun ini.
Kegiatan pada Semester Genap ini sebagai bekal pengembangan kepemimpinan dan pengakraban sesama duta. Ini karena total 80 duta mahasiswa ini berasal dari jurusan yang berbeda dari 3 kampus di kampus Berwick, Clayton dan Peninsula dan berbeda strata dari mahasiswa bachelor hingga doctoral dan beragam latar belakang.
Adanya keberagaman latar belakang ini membuka pikiranku bahwa pikiran itu seperti parasut, jika terbuka maka akan berguna. Jika pikiran itu aku biarkan tertutup karena aku merasa seperti mahluk asing dan minoritas; berbeda karena mengenakan hijab, berstatus mahasiswa internasional, dan kali pertama mahasiswa Indonesia khususnya penerima beasiswa LPDP yang menjadi student ambassador di Monash, maka aku tidak akan melihat dan merasakan betapa indahnya menjadi minoritas dalam mayoritas ini.
Malahan teman-teman ambassador sangat mengapresiasi ide-ideku, menawarkan makanan halal saat kegiatan dan memberi kesempatan untuk bergabung menjadi tim program tanpa melihat identitas, latar belakang atau hal-hal diluar diriku. Aku juga pernah terpilih untuk memberikan welcoming speech untuk mahasiswa baru postgraduate program yang datang ke Monash tahun ajaran Juli 2017.
Mereka sangat menjunjung tinggi kesetaraan dan toleransi. Itupun seperti halnya yang kupahami dalam ajaran agamaku bahwa Tuhan tidak akan melihat kecantikan, ketampanan, kekayaan atau kedudukan seseorang selain daripada kepatuhan mereka dalam menjalankan perintahNya.
Dari pengalaman menjadi student ambassador ini aku juga belajar bahwa kedamaian adalah kunci yang harus aku gunakan dimanapun aku berada. Jauh dari keluarga, merantau meninggalkan kampung halaman dan menghadapi perbedaan di negeri orang memotivasiku untuk banyak bergaul dan mencari pengalaman baru. Dari situ pikiran akan terbuka dan sadar bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk mengaplikasikan perdamaian dimanapun aku berada.
Penulis: Ana Nurhasanah Surjanto, S.Pd.I., M.TESOL.
Instagram: @ana_surjanto, YouTube: Ana Surjanto


Catatan: Bagi pembaca yang ingin berbagi pengalaman menarik dan karya inovasi, naskah dapat dikirim melalui email: literasiinovasiprestasiblog@gmail.com

Wassalamu'alaikum w.w

Redaksi
Dr. Budiyono Saputro, M.Pd

CALL FOR PAPERS 2020


Journal of Future Science Studies (JFSS)


Dr. Budiyono Saputro, M.Pd
Editor In Chief


Gambar 1. Laman Journal of Future Science Studies (JFSS)
The Journal of Future Science Studies (JFSS), the official publication of the newly formed Tadris IPA Lecturers Association (ADRISPA), is an open access academic journal published bi-anually. JFSS cordially welcome for academics, researchers, and practitioners to publish research papers and academic articles on science studies. We are now recieving manuscripts for new upcoming Volume. The last date of submission: 31th October 2020. All manuscripts must be submitted by email to jssadrispa@gmail.com and online submission.
Sincerely Yours,
Editor In-Chief
Dr. Budiyono Saputro, M.Pd

Thursday, June 4, 2020

SHARING BEASISWA FULLY FUNDED ICCR INDIA



Penulis: Danang S W 
Awardee Beasiswa ICCR India
Kontributor Artikel Ketiga


Gambar 1. Mas Danang SW Berkunjung Ke Tajmahal

Pembaca yang budiman, kali ini pengisi artikel ketiga adalah peraih beasiswa ICCR India yaitu Mas Danang SW. Instagram Mas Danang : www.instagram.com/danang_dann. Mari kita simak bersama tentang beasiswa ICCR India.
Pertama kali dengar beasiswa ICCR (Indian Council Cultural Relations) dari dosen kampus yang kebetulan dulu beliau pernah mengenyam pendidikan di India dengan jalur bantuan beasiswa ini pula. Mulai tertarik dan penasaran setelah mendengar cerita, uniknya india, dan serba serbi negeri dua benua ini.
Berbekal niat & tekad bulan raih beasiswa, di tahun 2018 ku mantapkan langkah tegap apply beasiswa ICCR. Dan alhamdulillah bi idznilah, ada pesan email masuk yang menyatakan bahwa saya dinominasikan sebagai awardee beasiswa ICCR 2018. Dua minggu selanjutnya, pihak Keduataan Besar India menginfokan untuk segera datang ke kantor kedutaan guna pengurusan dokumen, visa, dan berkas lainnya. Dan singkat cerita, bulan juli 2018 saya pun berangkat ke tanah Ghandi.
ICCR sebenarnya salah satu dari sekian beasiswa yang saya apply. Tujuannya ingin lanjut studi terlebih di luar negeri sebagai impian saya. Selain itu saya bisa mendapatkan international experience sebagai bonusnya bisa menambah wawasan dari Negara yang saya tuju. Dan kebetulan India banyak sekali keunikan makanan, budaya, seni, yang beranekaragam. Inilah yang membuat saya tertarik dengan India.
Alhamdulillah ini tahun terakhir saya di program Master, flascback setahun silam, pertama tinggal di india harus bisa siap menerima cultural shock. Banyak point disini sebenarnya. Cuma saya bagikan pengalaman singkat di ranah akademik dan aktifitas sehari2 saja. Di dunia akademik, saya pribadi merasa tertantang dengan sistem model pembelajaran serta metode pengajaran professor di kampus. Bagaimana tidak, dari pelafalan tutur kata saja mereka menggunakan bahasa inggris yang versi india. Ya pasti kalian tahu sendiri bagaimana mahasiswa india kalau ngomong inggris dengan logat khas mereka. Nah, itu yang salah satu polemik sebagai mahasiswa non-india disini. Namun, lambat laun, hal tersebut menjadi normalitas yag berjalan sehari-hari. Tinggal kita bagaimana beradaptasi dan bisa mengimbangi kondisi yang ada.
Nah, kembali lagi ke topic, untuk beasiswa ICCR sendiri cakupannya fully funded, uang bulanan, biaya kesehatan, uang buku per tahun, dll. Jadi, bagi para scholarship hunter, beasiswa ICCR ini sangat worth it. Tak ada salahnya untuk mencoba. Dan hampir semua jurusan ada, kecuali bidang kedokteran. Intinya tetap luruskan niat untuk belajar di luar negeri dimanapun itu, iringi doa dengan usaha. Dan tak lupa restu dari orang tua menjadi kunci utama.
Informasi detail tentang beasiswa ICCR bisa kalian kunjungi di official website saya. Semoga bermanfaat. Click here: https://www.mrdann.com/beasiswa-iccr-india-fully-funded-s1-s2-s3/
Bagi yang mau info tentang beasiswa lain boleh juga follow Instagram
Good luck and see you on the top of success.



Salam dari Tanah Gandhi,

@danang_dann

Catatan:
Bagi pembaca yang ingin mengirimkan naskah tentang pengalaman menarik dan karya inovasi, dapat dikirim melalui email: literasiinovasiprestasiblog@gmail.com

Redaksi
Dr. Budiyono Saputro, M.Pd

Prof. Dr. Budiyono Saputro, S.Pd., M.Pd  Guru Besar Bidang Manajemen Pendidikan IPA IAIN Salatiga Prof. Dr. Budiyono Saputro, M.Pd resmi dik...